Kamis, 25 November 2010

KECIL ITU INDAH

Jika dalam dunia fashion ada istilah ‘Big is Beautiful’; maka dalam psikologi kelompok ada istilah ‘Small is Beautiful’. Apa maksudnya? 

Maksudnya adalah semakin kecil sebuah kelompok kemungkinan keefektifannya semakin baik.

Ditinjau dari kohesifitas (keeratan) kelompok, semakin kecil kelompok maka makin kohesif pula ikatannya. Dalam kelompok kecil setiap individu lebih bertanggung jawab, cenderung efektif, dan lebih terikat pada kelompok (Kerr, 1989), juga cenderung untuk tidak mengambil lebih dari apa yang diperlukan (Allison, Jordan & Yeatts, 1982). Komunikasi pun akan lebih mudah terjalin dalam kelompok yang kecil, ditambah lagi adanya attachment (kedekatan emosional) antar anggotanya yang menjadikan kelompok tersebut solid.

Oleh Karena itu kelompok sebaiknya dibuat kecil: kota kecil, otonomi sampai ke daerah yang kecil (desa), perusahaan kecil atau pelimpahan tanggung jawab diberikan sampai kepada bagian yang terkecil dalam perusahaan, dan sebagainya. (Sarwono, 1999).

PENTINGNYA MEMILIKI KESATUAN VISI

Dalam sebuah organisasi, komunitas, kelompok, keluarga, dan bentuk-bentuk kesatuan individu-individu lainnya; satu hal yang menjadi suatu persoalan mendasar yaitu: bagaimana menyatukan beberapa kepala, agar menjadi pemikiran dan satu kegerakan. Nampaknya ini sudah menjadi masalah klasik dalam berkomunitas sejak dulu hingga kini, dimanapun tempatnya dan siapapun individunya.

Anda dapat bayangkan jika 5 orang turis dalam satu rombongan, mereka berangkat bersama dari Bandara Soekarno Hatta dalam 1 mobil sewaan. Tetapi ternyata mereka masing-masing mempunyai tujuan wisata yang berbeda-beda; ada yang ingin ke Monas, ada yang ingin berbelanja di Blok M, yang lainnya ingin Ke Kebun Binatang, ada pula yang berniat ke Pantai Ancol. Singkat cerita, ke-5 orang ini sulit mendapat kata sepakat; “Ancol lebih indah…”, “oh…monas lebih bersejarah”, “lho…kita harus berbelanja cinderamata di BlokM!”. Perdebatan tiada ujung dan menguras emosi pun terjadi. Yang lebih buruknya lagi mobil yang akan mengantar mereka pun tidak tau harus mengantar siapa dan harus kemana. 5 turis dan sopir itu hanya ribut memperdebatkan tempat tujuan; dan mereka tetap ditempat.

Kesulitan terberat seperti ilustrasi diatas adalah ketika menyatukan ambisi/tujuan/motivasi pribadi-pribadi anggota kelompok untuk dilebur menjadi suatu kesatuan tujuan kolektif kelompok. Tujuan bersama inilah yang menjadi target dan grand design dalam setiap pergerakan kelompok tersebut. Maka diperlukan suatu tujuan bersama atau kesatuan visi dalam sebuah kelompok, agar jelas kita akan mengarah dan bergerak ke mana.

Perlu digaris bawahi bahwa dalam sebuah kesatuan kelompok, tidak ada lagi ‘aku’ atau ‘kamu’ melainkan ‘kita’. Tidak ada lagi ambisi pribadi saya atau anda, tetapi yang ada haruslah TUJUAN KITA BERSAMA.

Ketika kita sehati, sepikir, setujuan….itu akan memudahkan kita untuk melangkah

MOTIVASI DAN TUJUAN KELOMPOK


Ketika individu-individu membentuk dan tergabung dalam sebuah kelompok tentunya ada suatu tujuan yang ingin dicapai baik secara kolektif maupun individual. Tujuan adalah hal yang memotivasi atau mendorong kerja pada diri seseorang untuk berperilaku. Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada tercapainya tujuan organisasi/kelompok.
Ada beberapa teori mengenai motivasi kelompok, yang tidak jauh berbeda dengan teori motivasi pribadi dari beberapa tokoh yang telah kita ketahui, yaitu:
Teori kebutuhan; memandang bahwa tindakan manusia yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan.
a.       Teori Hirarki Kebutuhan (Maslow)
Dikenal dengan istilah ‘satisfaction of needs theory’. Bagaimana terpenuhi atau tidaknya kebutuhan individu akan mempengaruhi kepuasan (satisfy) dan seberapa tingkat kepuasan individu, akan mempengaruhi perilakunya.

b.      Motivation Maintenance Theory (Herzberg)
Herzberg melengkapi teori kepuasan maslow. Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu:
-          Satisfier, ketika individu mencapai tingkat kebutuhan yang tinggi (self esteem & self actualization) atau dengan kata lain individu mendapatkan ‘intrinsic factor’nya.
-          Dissatisfier, ketika individu masih berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya atau dengan kata lain belum mencapai tingkat kebutuhan ‘intrinsic’nya.

c.       Teori Kebutuhan (Mc Cleland)
Mc Cleland mengungkapakan pemikirannya mengenai 3 kebutuhan dari individu:
-          Need of power (kekuasaan)
-          Need of affiliation (kasih sayang)
-          Need of achievement (penghargaan)
Individu dalam kelompok, sadar atau tidak pasti memiliki motivasi untuk memenuhi 3 kebutuhan diatas.  Individu ingin memiliki kekuasaan dalam kelompoknya, ingin dikasihi oleh anggota kelompoknya, dan ingin mendapat penghargaan dalam komunitasnnya tersebut.

Minggu, 14 November 2010

Deindividuasi terjadi di Dunia maya


Tidak hanya terjadi dalam dunia nyata saja, suatu proses juga terjadi dalam dunia maya. kelompok-kelompok jejaring sosial atau komunitas-komunitas di internet sudah begitu menjamur. Dan tentunya sewajarnya dalam sebuah kelompok, masalah deindividuasi pun terjadi di dalamnya.

Di Washington Amerika Serikat sekitar tahun 2006, Seorang blogger (pengguna blog) mengkritik tentang partai yang saat itu berkuasa. Kritiknya begitu pedas, sehingga cukup menghebohkan masyarakat. Pelacakan penulis sangat sulit dilakukan tentunya. Dan bukan hanya peristiwa itu saja, banyak juga orang-orang yang menjadi berani untuk mengirim komentar-komentarnya melalui media blog dengan identitas yang nota bene disamarkan atau tidak sebenarnya. Mungkin mereka tidak berani atau tidak ada kesempatan terang-terangan untuk mengungkapkannya, jadi lebih memilih menulis dalam dunia maya dan berharap pesan tersebut tersampaikan.

Aronson Menulis: “The Internet has provided new ways in which people can communicate with each other anonymously…”.

Massa = Rusuh


“Demonstrasi menolak naiknya harga BBM, berakhir ricuh…”, “Suporter sepak bola terlibat bentrok dengan aparat…”, “Tawuran antar penonton dalam sebuah konser memakan korban…”. “Geng motor kembali meresahkan warga Bandung…”. Itulah beberapa topic Ketika kita melihat berita-berita diberbagai media. Kerusuhan, kericuhan, bentrokan, tawuran sering terjadi; dan hal tersebut melibatkan sekelompok massa. Seperti sudah suatu kecenderungan ketika ada kumpulan massa berkumpul, tidak teratur, ketika emosinya tersulut sedikit saja, maka kekerasan akan sulit terhindarkan lagi. Kumpulan massa diidentikan dengan kerusuhan.

‘Hipnotis Massa’ Seperti yang diungkapkan Sidis. Ketika individu-individu berbaur dalam massa, ‘pembauran’ akan membuat kita hilang kesadaran. Dalam hal ini kita menyebutnya dengan deindividuasi. Kenapa bisa terjadi hal yang demikian? Aronsonj Menjelaskan, demikian: 

Deindividuasi membuat individu hilang rasa tanggung jawab
Karena telah membaur dalam kesatuan kelompok, tidak ada lagi ‘aku’ atau ‘kamu’ tetapi menjadi ‘kita’. Dalam kesatuan besar dengan anggota yang banyak, akan terjadi penyebaran tanggung jawab dan bahkan tanggung jawab telah berganti menjadi atas nama massa tersebut. Maka tak heran seseorang berani berbuat ‘konyol’ dalam massa demonstrasi, karena nama si A, si B, si C  tidak akan pernah diangkat, yang ada hanya ‘para demonstran’. 

Deindividuasi Menambah kepatuhan pada norma kelompok
Pembauran yang terjadi sudah meningkat dari contagnion (penularan), menjadi conformity, dan kemungkinan akan meningkat lagi menjadi suatu kepatuhan (obedience) terhadap norma dalam kelompok tersebut.

Maka tak heran aparat polisi begitu ketat mengatur perizinan mengenai demonstrasi, acara besar, dan kegiatan lain yang melibatkan banyak massa; karena ‘prepare for the worst’ terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Deindividuasi


Dalam berkelompok tentunya juga ada masalah-masalah yang akan ditemui. Salah satu  bentuk permasalahan yang kerap muncul yaitu ‘Deindividuasi’. Istilah Deindividuasi diartikan sebagai proses hilangnya kesadaran individu karena melebur dalam kelompok (Arishanti, 2005). Sedangkan menurut Aronson dalam buku Social Psychology, Deindividuasi adalah melongggarnya kontrol perilaku diri sendiri karena telah berbaur dalam crowd.

Contoh dari Deindividuasi misalnya; pelajar yang ikut-ikutan tawuran. Pelajar yang bertawuran sudah tidak lagi mengenal control diri dan perilakunya, mereka bergerombol mengatasnamakan solidaritas sekolah mereka, saling berduel dan melukai layaknya jagoan-jagoan sakti sedang beradu ilmu. Suatu tindakan yang bodoh dan jelas sangat tidak terpuji.

Membangun, Me-manage dan Menikmati


Beberapa waktu lalu saya mengikuti sebuah seminar, pembekalan bagi para pemimpin. Pembeicara itu sudah berhasil dalam ‘mendesain’ organisasinya agar efektif dan luar biasa. ada 3 rumusan dasar yang diguakan dalam organisasinya yang berkembang itu, dan pastinya dapat juga diterapkan dalam kehidupan berkelompok:

-          Membangun
“Awalnya tentu kita membuat dulu…”. Membangun kelompok yang baik dengan sumber daya yang mumpuni, membangun budaya-budaya yang akan kita terapkan, dan semuanya itu perlu proses tentunya.

-          Me-manage
Setelah membuat tentunya kita mengatur apa yang telah kita buat. Mengatur struktur, pembagian kerja, sarana-prasarana, mengatur system dan sebagainya. Dan inilah pekerjaan inti dari sebuah organisasi atau kelompok, yang akan menguras energy kita.

-          Menikmati
Enjoy dengan apa yang telah kita bangun dan enjoy dengan apa yang telah kita manage. Bisa diartikan, kita menikmati hasil/produk dari apa yang kita desain. Tetapi menukmati disini juga berarti kita harus kreatif dalam berorganisasi/berkelompok agar individu-individu didalamnya tidak merasa bosan. Tentunya itu memerlukan strategi kreatif dan inovatif.


3 Tahapan yang terdengar simple, tetapi pada penerapannya akan sangat rumit dan cukup memusingkan kepala. Tetapi hal tersebut perlu dilakukan demi terciptanya organisasi/kelompok yang bertumbuh dan berkembang dengan maksimal.

TAHAP NORMING: PEMBENTUKAN STRUKTUR KELOMPOK


Dalam tahapan proses dasar kelompok,pada tahapan ke-3 dikenal dengan ‘Tahap Norming’. Ada beberapa hal yang dibentuk dalam sebuah kelompok, yaitu:

1. Peran (Role)
Peran (role) merupakan perilaku yang biasanya ditampilkan individu sebgai anggota kelompok yang menyediakan basis harapan berkaitan dengan individu dalam posisi yang bervariasi dalam kelompok. 

2. Norma (Norm)
Norm merupakan aturan-aturan yang menggambarkan tindakan-tindakan yang seharusnya diambil oleh anggota kelompok (Arishanti, 2005). 

3. Hubungan Antar Anggota
Pengaturan hubungan antar anggota dalam kelompok. Pengaturan otoritas, hubungan komunikasi, hubungan ketertarikan.


Setelah diatur dan dibentuk mengenai 3 hal diatas, barulah kelompok itu memasuki ‘Tahap Unjuk Kerja’  (Performing). Bagaimana individu-individu dalam kelompok tersebut bekerja bersama.

Kamis, 21 Oktober 2010

FENOMENA: ANARKISME MASSA


Hampir setiap hari, warta berita berisi kerusuhan, bentrokan, demo anarkis, perang antar suku, tawuran dan sebagainya. Kok sering sekali anarkisme semacam ini terjadi di masyarakat yang nota bene beradab dan berpendidikan. Saya coba analisis ‘Penyebab’ anarkisme massa makin sering terjadi akhir-akhir ini.

Kekecewaan dan Kemarahan masyarakat
Masyarakat kecewa dan marah terhadap otoritasnya sehingga mereka berdemo memprotes kebijakan pemerintah, lalu merusak sarana prasarana umum yang notabene milik negara. Masyarakat tidak merasakan puas dengan kinerja pemimpinnya.

Masyarakat Indonesia Makin Kritis dan Cerdas

Jika zaman orde baru dan orde lama masyarakat tunduk dan taat kepada yang diatas, tidak dengan masa sekarang. Masyarakat sudah semakin cerdas dan kritis menanggapi apa yang terjadi di sekitarnya.

Banyaknya Or-Mas
Organisasi-Organisasi Masyarakat menjamur saat ini, sesuai dengan undang-undang kebebasan berserikat. Tidak salah ber-organisasi, tetapi apa gunanya jika organisasi-organisasi ini malah mengkotak-kotakan masyarakat dan akhirnya  memicu bentrok antar ormas itu sendiri. Ormas yang saling tegang dan bertentangan prinsip, sering bentrok dan malah meresahkan masyarakat.

Peran Media
Prof. Sarlito Wirawan mengungkapkan dalam dialog di satu televisi swasta; “media secara tidak sadar menyajikan contoh anarkisme, yang akhirnya memanaskan suasana dan menjadi sebuah contoh untuk masyarakat yang menyaksikan…”.

Aparat Keamanan Hilang Wibawa
Entah kenapa pamor Kepolisian dan SatPol PP sekarang ini melorot. Masyarakat sudah tidak segan lagi dengan sosok pengayom masyarakat ini. Mungkin ada kekecewaan dan cap buruk terhadap instansi Polri dan Pamong Praja ini. Buktinya setiap ada kerusuhan (contoh peristiwa penggusuran makam mbah priok), massa sama sekali tidak gentar dengan polisi atau satpol PP bersenjata bahkan massa menyerang dan memukulo mundur aparat keamanan.

Kebebasan di Negara Demokrasi
Prinsip Demokrasi adalah kebebasan berpendapat, dengan cara apapun. Pada massa Orde Baru orang-orang yang kritis dan vocal dibungkam dan ditekan, sekarang mereka memanfaatkan ‘kebebasan’ ini untuk mengeluarkan pendapat mereka. Lalu masyarakat menjadi sering berdemonstasi, yang katanya adalah ‘wajar’ sebagai wujud pendewasaan demokrasi. Terkadang ‘kebebasan’ demokrasi menjadi ‘kebablasan’ (kelewatan).

FENOMENA: AKSI TUNGGAL ATAU AKSI MASSA


Masih segar dalam ingatan kita, peristiwa pencoretan atap ‘Gedung Kura-Kura Senayan’. Tulisan cat semprot merah bertuliskan: JUJUR, TEGAS, ADIL tersebut ditorehkan oleh artis senior Pong Hajatmo. Entah berani, nekad, atau cari cari perhatian; yang pasti 3 kata itu adalah suara hati dari Om Pong yang ingin disampaikan kepada Anggota Dewan Terhormat disana. “…Demo gak didengar, ngomong ini itu nggak dianggap, ya gimana… kasian rakyat kecil”, ungkapan itu yang diucap Pong saat ditanya oleh wartawan.

Selain aksi Om Pong, Ada lagi Pak Indra Azwan (51) seorang bapak asal Malang, yang melakukan aksi jalan kaki dari kampong halamannya ke Jakarta untuk bertemu Presiden SBY langsung. Tujuannya untuk menyampaikan ‘ketidak-puasannya’ terhadap keadilan hukum di Indonesia.



Yang dilakukan kedua orang ini memang boleh dikatakan nekad namun berani. Bayangkan bagaimana perjuangan Om Pong yang harus menembus Keamanan Gedung lalu memanjat dan beraksi di ketinggian atap ditengah terik siang hari. Apalagi perjuangan Pak Indra berjalan kaki lebih dari 1000 km, sampai telapak kakinya melepuh, lalu harus menembus protokoler untuk bertemu presiden yang memang tidak mudah.
Ditengah gejolak massa yang lebih suka ‘keroyokan’ mengungkapkan aspirasinya, dengan berdemo, orasi, sweeping, dll. Massa ini meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah berbondong-bondong mengatas namakan Ormas, Ikatan Pekerja, Ikatan Mahasiswa, Golongan ini-itu, Ras ini-itu. Apakah mereka didengar? Apa mereka digubris? Rasanya tidak. Mereka dianggap kerumunan orang (crowd) yang bercuap-cuap, lalu tidak lama kemudian Polisi turun tangan membubarkan; Massa melawan alhasil berunjung bentrok. 

Saya salut terhadap dua pribadi ini. Mereka berani maju atas nama pribadi tetapi juga mewakili aspirasi masyarakat lain. Padahal secara logika: suara massa yang banyak saja  tidak didengar, apalagi sendiri. Tetapi dengan keberaanin dan keteguhan hati, ‘Pesan’ Pak Indra dan Om pong tersampaikan tanpa harus keroyokan.

Budaya kita memang kolektivis dan prinsip negara kita memang Demokrasi, tetapi bukan berarti sedikit-sedikit massa turun lalu berdemonstrasi. Perlu digaris bawahi bahwa ‘massa’ mudah sekali dipengaruhi, jangan sampai maksud menyampaikan aspirasi malah jadi anarki.

INDIVIDU DALAM MASSA

Seperti yang dikemukakan oleh Sidis; Individu dalam massa akan terkena ‘hipnotis ringan’ sehingga pertimbangan kritis hilang. Gustav Le bon juga mengungkapkan bahwa, massa itu mempunyai sifat psikoloogis tersendiri. Massa seakan mempunyai daya untuk melarutkan individu dalam satuan massa. Massa memiliki kesatuan pikiran dan kesatuan Jiwa. Durkheim mengemukakan: Individual mind dapat melebur menjadi collective mind. Jadi, disadari atau tidak ketika seseorang berada dalam kerumunan orang otomatis aka nada penularan (contagion) dari mereka yang ber-ramai-ramai itu.

Deindividuasi
Deindividuasi adalah melonggarnya kontrol perilaku diri sendiri karena berbaur dalam kumpulan orang. Hal ini lah yang sering terjadi dalam pergerakan massa. Dalam kumpulan manusia yang membludak, tidak ada lagi si A, si B, si C, yang ada adalah ‘Kita’. Jadi ketika identitas personal telah kabur, rasa tanggung jawab pun melonggar akhirnya muncullah kecenderungan ‘impulsive performance’.

Maka tak heran ketika massa berkumpul dalam jumlah banyak, maka aka nada kecenderungan untuk bertindak tidak terkontrol dan merasa ‘sok’. Perasaan ‘sok’ disini muncul karena massa merasa jumlah mereka banyak, sehingga individu-individu di dalamnya merasa aman dan akan saling melindungi sebagai suatu kesatuan. Kita lihat contoh nyata; ketika polisi mengamankan satu orang pendemo yang dianggap sebagai provokator, pastinya rekan-rekannya akan membela bahkan sampai melawan aparat. Contoh lain; Ketika ada rombongan kampanye, mereka biasanya berkendara tanpa mematuhi aturan, misalnya tidak memakai helm. Mereka sama sekali tidak merasa takut ditilang oleh polisi. Rombongan kampanye yang rata-rata tidak memakai helm itu tidak mungkin ditilang masal oleh polisi, dan polisi pun pastinya akan berpikir dua kali untuk menindak rombongan orang-orang tersebut.

Itulah Massa, disatu sisi dia punya kekuatan, namun kesatuan manusia ini juga ‘lemah’. Lemah karena tidak teratur, mudah terpengaruh, tersulut emosi dan berujung anarkisme. Maka berhati-hatilah ketika tergabung dalam sekumpulan massa dan hati-hati pula ketika Anda berada didekat kumpulan massa.

GERAKAN MASSA

Jenis-Jenis Gerakan Massa:
Menurut Danzigers, jenis-jenis gerakan massa terbagi menjadi 3, yaitu:
  • Gerakan Massa Progresif (Pro-pembaharuan)
  • Gerakan Massa Status Quo (Konservatif)
  • Gerakan Massa Reaksioner (Fleksibel)

Penyebabkan Gerakan Massa

Sesuai Teori Psiko analisa Sigmund Freud bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan yang memerlukan pemuasan atau pemenuhan. Tetapi dorongan yang tidak memperoleh pelepasan, akan terdorong dan tersimpan dalam alam bawah sadar yang suatu saat dapat muncul kembali ke alam sadar kita bila memungkinkan.
Struktur Kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian:
  • Id (dorongan instingtif)
  • Ego (sensor norma)
  • Super Ego (moral baik-buruk)



Perilaku massa didasari karena dorongan alam bawah sadar individu-individu, yang ditekan agar tidak muncul. Namun pada saat tertentu ‘tekanan’ tersebut akan meluap juga. Ibarat menyimpan bom waktu yang bisa meledak suatu waktu. Kemarahan, kekecewaan, ketidak-puasan yang tersimpan akan muncul dipermukaan bila keadaannya memungkinkan, salah satu bentuknya adalah dalam massa.

Proses Dinamika Gerakan Massa
  • Pemusatan perhatian (mencari dukungan dan perhatian dari sekitar)
  • Penciptaan Suasana Kebersamaan (individu yang satu rasa dan satu pikiran)
  • Pusat rasa kagum dan perasaan berasa pada suatu massa (pembauran dalam massa)
  • Mengarahkan aktifitas massa

FENOMENA: Massa Pasif Menjadi Massa Aktif Cerita Per-sepakbola-an Indonesia

Apa itu Massa Pasif dan Massa Aktif?

Burges dan Park membedakan massa menjadi 2 jenis, yaitu:
Massa Pasif: Sekumpulan orang-orang yang tidak/belum melakukan tindakan nyata, biasa dikenal dengan istilah Audience. Contohnya: para pendengar ceramah, penonton konser, supporter sepakbola, dll.
Massa Aktif: Sekumpulan orang-orang yang terbentuk karena telah adanya tindakan-tindakan nyata, biasanya disebut dengan istilah Mob. Contohnya: demonstrasi, bentrokan massa, mogok kerja masal dll.
Mc Laughlin menyatakan bahwa ada 3 kondisi yang melatar-belakangi, yaitu:
  • Adanya problem yang cukup serius
  • Upaya penyelesaian masalah yang tertunda
  • Adanya keyakinan dalam kelompok massa bahwa problem harus diselesaikan
Ada pun faktor penyebabkan massa aktif, yaitu:
  • Perasaan tidak puas
  • Tekanan jiwa pada masyarakat

Massa Pasif yang Menjadi Aktif
Ulah supporter bola sekarang semakin tidak terkendali. Para Supporter yang seharusnya menonton dibangku penonton sambil mendukung kesebelasan kesayangannya, sekarang kumpulan orang-orang ini sudah semakin aktif nan anarkis. Sudah menjadi tradisi disetiap laga pertandingan sepakbola tanah air kita; yang menjadi ‘keseruan’ distadion adalah bentrok para supporter kesebelasannya, bukan pertandingan sepakbolanya.

Supporter yang berlari masuk ke lapangan saat permainan berlangsung. Rusuh membakar gawang dan merusak stadion. Tawuran antar supporter.

Kenapa hal ini dapat terjadi? Kelompok massa yang seharusnya pasif, sekarang beralih menjadi massa yang aktif bahkan  mereka terkadang cenderung brutal.

Ungkapan Gemes, Kecewa dan Marah
Audience/supporter sepertinya tidak betah berdiam diri saja menyaksikan dan menyemangati bintang lapangan atau bintang panggung pujaannya dari kejauhan, mereka juga ingin terlibat dan menjadi ‘bintang’nya. Mungkin si penonton ‘gemes’ melihat penampilan bintang pujaannya yang tampil tidak memuaskan dan karena tidak dapat menahan diri si penonton yang tadinya pasif kini bertindak aktif.
Apalagi jika tim kesayangannya menelan kekalahan, ada rasa kecewa yang ingin dilampiaskan oleh para supporter fanatik itu entah begaimana dan kepada siapa. Sehingga mereka memilih mengungkapkannya dengan cara-cara yang tidak terpuji. Atau mungkin juga ada suatu kemarahan atau kekecewaan karena kecurangan pemain lawan atau kepada wasit dalam pertandingan. Suatu emosi yang tak terbendung akhirnya berujung pada hal yang memalukan.


Hipnotis Massa
Disadari atau tidak, bila sudah berada ditengah-tengah massa, ada suatu ‘hipnotis’ yang membuat individu-individu tersebut begitu terlarut dalam suasana. Jadi begitu ada oknum ‘kompor’ yang membuat suasana menjadi panas, langsung saja massa pasif ini bereaksi secara kolektif tanpa pikir panjang.

Solidaritas Ngawur
Pemicu bentrok antar kelompok umumnya terjadi karena adanya solidaritas yang keliru. “kalo satu dari kita kesenggol, kita semua kudu turun”, sebuah ungkapan kesetia-kawanan yang keliru dengan mengatas-namakan kesatuan supporter. Kekeliruan solidaritas ini, tak jarang membuat masalah sepele antar pribadi menjadi masalah kelompok, yang berujung kerusuhan. Memang sebuah kecenderungan setiap orang bahwa; ketika kita bersama-sama (bergerombol) kita akan merasa lebih hebat. Nah, budaya keroyokan ini yang juga kurang baik, kawan.

PSIKOLOGI MASSA

Ternyata ilmu psikologi benar-benar luas kajiannya. Sesuai dengan jargon para cendikiawan: ‘Dimana ada manusia, disitu ada psikologi’. Sekarang kita membahas mengenai psikologi massa. Dimana kita mengkaji perilaku kumpulan orang-orang.

Apa itu Massa?
Massa adalah sekumpulan banyak orang (ratusan/ribuan) yang berkumpul dalam suatu kegiatan yang bersifat sementara. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Massa adalah sekumpulan orang banyak yang tidak teratur; orang banyak yang bersatu oleh ikatan atau pikiran tertentu.

Massa Abstrak & Massa Kongkrit
Menurut Mennicke Massa terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Massa AbstrakMassa abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang sama sekali belum terikat satu kesatuan, norma, motif, dan tujuan.
Alasan Massa abstrak muncul disebabkan karena beberapa hal:
  • Ada kejadian menarik
  • Individu mendapat ancaman
  • Kebutuhan tidak terpenuhi
Massa KongkritMassa kongkrit adalah sekumpulan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri:
  • Adanya kesatuan pikiran dan sikap
  • Adanya ikatan batin dan persamaan norma
  • Ada struktur yang jelas
  • Bersifat dinamis dan emosional
  • Sifat massa jelas

Kamis, 14 Oktober 2010

BERKELOMPOK ITU KEBUTUHAN KITA DAN WAJIB HUKUMNYA


Manusia jelas tidak dapat hidup sendiri, sebagai makhluk sosial kita membutuhkan orang lain. Suka-tidak suka kehadiran orang lain itu penting bagi seorang yang normal; se-egois apapun kita, se-individualis apapun kita, sehebat apapun kita, tetap saja kita butuh orang lain.
Dua atau lebih orang yang saling tertarik, saling mempengaruhi dan saling bergantung; itulah yang disebut kelompok/grup. Keluarga, teman, sahabat, tim, komunitas; itu adalah beberapa contoh dari kelompok.
Merujuk pada ‘Hirarki Kebutuhan Maslow’, dimana manusia memiliki 5 kenis kebutuhan yang tersusun secara bertingkat (lihat gambar).

Mulai dari kebutuhan dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan, sampai Aktualisasi diri; itulah yang ingin dan harus dipenuhi oleh manusia-manusia. Dan bila kita analisa lebih lanjut manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut seorang diri.
-          Untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis; sex misalnya, manusia jelas butuh pasangan hidup (istri/suami).
-          untuk memenuhi safety needs, manusia ketika masih bayi pastinya butuh perlindungan orang tua. Bahkan manusia yang adalah makhluk paling lemah, akan membutuhkan perlindungan dan bimbingan dari manusia lain (orang tua) lebih lama dari makhluk spesies lain.
-          kebutuhan rasa cinta, kebutuhan diterima/afiliasi oleh individu lain. Ini adalah salah satu yang menjadi alasan mengapa orang berkelompok.
-          Kebutuhan Penghargaan, self esteem, achievement, competency, termasuk need for power; hal-hal tersebut juga tidak dapat dipenuhi tanpa interaksi sosial.
-          Sampai akhirnya untuk Aktualisasi Diri yang adalah akumulasi dari kebutuhan-kebutuhan diatas, pastinya ada kontribusi dari orang lain.

So, kita MEMBUTUHKAN orang lain dalam memenuhi kebutuhan, lebih khusus orang lain sebagai kelompok-kelompok yang memberi kontribusi dalam hidup kita.




Merujuk lagi pada ‘Teori Psikososial Ericson’, dimana ada 8 tahap perkembangan manusia, masing-masing terdiri dari 2 kutub ekstrim berlawanan dan dinamikanya dipengaruhi interaksi sosialnya.



Pada Tahap Remaja ada tahap yang disebut ‘Identity Vs Role Confusion’, Dimana manusia seusia belasan tahun (puber) memasuki tahap berkelompok dengan teman sebayanya. Melalui kelompok inilah ‘identitas’ individu akan terbentuk. Tugas seorang adolescence adalah bergaul atau nge-gank, itu adalah wajib dan harus. Karena dengan membaur dalam kelompok, ia belajar banyak hal; menghargai orang lain, berbagi, peduli, berempati dan lebih dari pada itu keberhasilah pada tahap ini akan menentukan keberhasilan individu pada tahap kehidupan selanjutnya.

Bergaul dalam komunitas/kelompok/gank itu adalah sebuah KEHARUSAN bagi orang muda.