Kamis, 25 November 2010

KECIL ITU INDAH

Jika dalam dunia fashion ada istilah ‘Big is Beautiful’; maka dalam psikologi kelompok ada istilah ‘Small is Beautiful’. Apa maksudnya? 

Maksudnya adalah semakin kecil sebuah kelompok kemungkinan keefektifannya semakin baik.

Ditinjau dari kohesifitas (keeratan) kelompok, semakin kecil kelompok maka makin kohesif pula ikatannya. Dalam kelompok kecil setiap individu lebih bertanggung jawab, cenderung efektif, dan lebih terikat pada kelompok (Kerr, 1989), juga cenderung untuk tidak mengambil lebih dari apa yang diperlukan (Allison, Jordan & Yeatts, 1982). Komunikasi pun akan lebih mudah terjalin dalam kelompok yang kecil, ditambah lagi adanya attachment (kedekatan emosional) antar anggotanya yang menjadikan kelompok tersebut solid.

Oleh Karena itu kelompok sebaiknya dibuat kecil: kota kecil, otonomi sampai ke daerah yang kecil (desa), perusahaan kecil atau pelimpahan tanggung jawab diberikan sampai kepada bagian yang terkecil dalam perusahaan, dan sebagainya. (Sarwono, 1999).

PENTINGNYA MEMILIKI KESATUAN VISI

Dalam sebuah organisasi, komunitas, kelompok, keluarga, dan bentuk-bentuk kesatuan individu-individu lainnya; satu hal yang menjadi suatu persoalan mendasar yaitu: bagaimana menyatukan beberapa kepala, agar menjadi pemikiran dan satu kegerakan. Nampaknya ini sudah menjadi masalah klasik dalam berkomunitas sejak dulu hingga kini, dimanapun tempatnya dan siapapun individunya.

Anda dapat bayangkan jika 5 orang turis dalam satu rombongan, mereka berangkat bersama dari Bandara Soekarno Hatta dalam 1 mobil sewaan. Tetapi ternyata mereka masing-masing mempunyai tujuan wisata yang berbeda-beda; ada yang ingin ke Monas, ada yang ingin berbelanja di Blok M, yang lainnya ingin Ke Kebun Binatang, ada pula yang berniat ke Pantai Ancol. Singkat cerita, ke-5 orang ini sulit mendapat kata sepakat; “Ancol lebih indah…”, “oh…monas lebih bersejarah”, “lho…kita harus berbelanja cinderamata di BlokM!”. Perdebatan tiada ujung dan menguras emosi pun terjadi. Yang lebih buruknya lagi mobil yang akan mengantar mereka pun tidak tau harus mengantar siapa dan harus kemana. 5 turis dan sopir itu hanya ribut memperdebatkan tempat tujuan; dan mereka tetap ditempat.

Kesulitan terberat seperti ilustrasi diatas adalah ketika menyatukan ambisi/tujuan/motivasi pribadi-pribadi anggota kelompok untuk dilebur menjadi suatu kesatuan tujuan kolektif kelompok. Tujuan bersama inilah yang menjadi target dan grand design dalam setiap pergerakan kelompok tersebut. Maka diperlukan suatu tujuan bersama atau kesatuan visi dalam sebuah kelompok, agar jelas kita akan mengarah dan bergerak ke mana.

Perlu digaris bawahi bahwa dalam sebuah kesatuan kelompok, tidak ada lagi ‘aku’ atau ‘kamu’ melainkan ‘kita’. Tidak ada lagi ambisi pribadi saya atau anda, tetapi yang ada haruslah TUJUAN KITA BERSAMA.

Ketika kita sehati, sepikir, setujuan….itu akan memudahkan kita untuk melangkah

MOTIVASI DAN TUJUAN KELOMPOK


Ketika individu-individu membentuk dan tergabung dalam sebuah kelompok tentunya ada suatu tujuan yang ingin dicapai baik secara kolektif maupun individual. Tujuan adalah hal yang memotivasi atau mendorong kerja pada diri seseorang untuk berperilaku. Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada tercapainya tujuan organisasi/kelompok.
Ada beberapa teori mengenai motivasi kelompok, yang tidak jauh berbeda dengan teori motivasi pribadi dari beberapa tokoh yang telah kita ketahui, yaitu:
Teori kebutuhan; memandang bahwa tindakan manusia yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan.
a.       Teori Hirarki Kebutuhan (Maslow)
Dikenal dengan istilah ‘satisfaction of needs theory’. Bagaimana terpenuhi atau tidaknya kebutuhan individu akan mempengaruhi kepuasan (satisfy) dan seberapa tingkat kepuasan individu, akan mempengaruhi perilakunya.

b.      Motivation Maintenance Theory (Herzberg)
Herzberg melengkapi teori kepuasan maslow. Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu:
-          Satisfier, ketika individu mencapai tingkat kebutuhan yang tinggi (self esteem & self actualization) atau dengan kata lain individu mendapatkan ‘intrinsic factor’nya.
-          Dissatisfier, ketika individu masih berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya atau dengan kata lain belum mencapai tingkat kebutuhan ‘intrinsic’nya.

c.       Teori Kebutuhan (Mc Cleland)
Mc Cleland mengungkapakan pemikirannya mengenai 3 kebutuhan dari individu:
-          Need of power (kekuasaan)
-          Need of affiliation (kasih sayang)
-          Need of achievement (penghargaan)
Individu dalam kelompok, sadar atau tidak pasti memiliki motivasi untuk memenuhi 3 kebutuhan diatas.  Individu ingin memiliki kekuasaan dalam kelompoknya, ingin dikasihi oleh anggota kelompoknya, dan ingin mendapat penghargaan dalam komunitasnnya tersebut.

Minggu, 14 November 2010

Deindividuasi terjadi di Dunia maya


Tidak hanya terjadi dalam dunia nyata saja, suatu proses juga terjadi dalam dunia maya. kelompok-kelompok jejaring sosial atau komunitas-komunitas di internet sudah begitu menjamur. Dan tentunya sewajarnya dalam sebuah kelompok, masalah deindividuasi pun terjadi di dalamnya.

Di Washington Amerika Serikat sekitar tahun 2006, Seorang blogger (pengguna blog) mengkritik tentang partai yang saat itu berkuasa. Kritiknya begitu pedas, sehingga cukup menghebohkan masyarakat. Pelacakan penulis sangat sulit dilakukan tentunya. Dan bukan hanya peristiwa itu saja, banyak juga orang-orang yang menjadi berani untuk mengirim komentar-komentarnya melalui media blog dengan identitas yang nota bene disamarkan atau tidak sebenarnya. Mungkin mereka tidak berani atau tidak ada kesempatan terang-terangan untuk mengungkapkannya, jadi lebih memilih menulis dalam dunia maya dan berharap pesan tersebut tersampaikan.

Aronson Menulis: “The Internet has provided new ways in which people can communicate with each other anonymously…”.

Massa = Rusuh


“Demonstrasi menolak naiknya harga BBM, berakhir ricuh…”, “Suporter sepak bola terlibat bentrok dengan aparat…”, “Tawuran antar penonton dalam sebuah konser memakan korban…”. “Geng motor kembali meresahkan warga Bandung…”. Itulah beberapa topic Ketika kita melihat berita-berita diberbagai media. Kerusuhan, kericuhan, bentrokan, tawuran sering terjadi; dan hal tersebut melibatkan sekelompok massa. Seperti sudah suatu kecenderungan ketika ada kumpulan massa berkumpul, tidak teratur, ketika emosinya tersulut sedikit saja, maka kekerasan akan sulit terhindarkan lagi. Kumpulan massa diidentikan dengan kerusuhan.

‘Hipnotis Massa’ Seperti yang diungkapkan Sidis. Ketika individu-individu berbaur dalam massa, ‘pembauran’ akan membuat kita hilang kesadaran. Dalam hal ini kita menyebutnya dengan deindividuasi. Kenapa bisa terjadi hal yang demikian? Aronsonj Menjelaskan, demikian: 

Deindividuasi membuat individu hilang rasa tanggung jawab
Karena telah membaur dalam kesatuan kelompok, tidak ada lagi ‘aku’ atau ‘kamu’ tetapi menjadi ‘kita’. Dalam kesatuan besar dengan anggota yang banyak, akan terjadi penyebaran tanggung jawab dan bahkan tanggung jawab telah berganti menjadi atas nama massa tersebut. Maka tak heran seseorang berani berbuat ‘konyol’ dalam massa demonstrasi, karena nama si A, si B, si C  tidak akan pernah diangkat, yang ada hanya ‘para demonstran’. 

Deindividuasi Menambah kepatuhan pada norma kelompok
Pembauran yang terjadi sudah meningkat dari contagnion (penularan), menjadi conformity, dan kemungkinan akan meningkat lagi menjadi suatu kepatuhan (obedience) terhadap norma dalam kelompok tersebut.

Maka tak heran aparat polisi begitu ketat mengatur perizinan mengenai demonstrasi, acara besar, dan kegiatan lain yang melibatkan banyak massa; karena ‘prepare for the worst’ terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Deindividuasi


Dalam berkelompok tentunya juga ada masalah-masalah yang akan ditemui. Salah satu  bentuk permasalahan yang kerap muncul yaitu ‘Deindividuasi’. Istilah Deindividuasi diartikan sebagai proses hilangnya kesadaran individu karena melebur dalam kelompok (Arishanti, 2005). Sedangkan menurut Aronson dalam buku Social Psychology, Deindividuasi adalah melongggarnya kontrol perilaku diri sendiri karena telah berbaur dalam crowd.

Contoh dari Deindividuasi misalnya; pelajar yang ikut-ikutan tawuran. Pelajar yang bertawuran sudah tidak lagi mengenal control diri dan perilakunya, mereka bergerombol mengatasnamakan solidaritas sekolah mereka, saling berduel dan melukai layaknya jagoan-jagoan sakti sedang beradu ilmu. Suatu tindakan yang bodoh dan jelas sangat tidak terpuji.

Membangun, Me-manage dan Menikmati


Beberapa waktu lalu saya mengikuti sebuah seminar, pembekalan bagi para pemimpin. Pembeicara itu sudah berhasil dalam ‘mendesain’ organisasinya agar efektif dan luar biasa. ada 3 rumusan dasar yang diguakan dalam organisasinya yang berkembang itu, dan pastinya dapat juga diterapkan dalam kehidupan berkelompok:

-          Membangun
“Awalnya tentu kita membuat dulu…”. Membangun kelompok yang baik dengan sumber daya yang mumpuni, membangun budaya-budaya yang akan kita terapkan, dan semuanya itu perlu proses tentunya.

-          Me-manage
Setelah membuat tentunya kita mengatur apa yang telah kita buat. Mengatur struktur, pembagian kerja, sarana-prasarana, mengatur system dan sebagainya. Dan inilah pekerjaan inti dari sebuah organisasi atau kelompok, yang akan menguras energy kita.

-          Menikmati
Enjoy dengan apa yang telah kita bangun dan enjoy dengan apa yang telah kita manage. Bisa diartikan, kita menikmati hasil/produk dari apa yang kita desain. Tetapi menukmati disini juga berarti kita harus kreatif dalam berorganisasi/berkelompok agar individu-individu didalamnya tidak merasa bosan. Tentunya itu memerlukan strategi kreatif dan inovatif.


3 Tahapan yang terdengar simple, tetapi pada penerapannya akan sangat rumit dan cukup memusingkan kepala. Tetapi hal tersebut perlu dilakukan demi terciptanya organisasi/kelompok yang bertumbuh dan berkembang dengan maksimal.