Kamis, 21 Oktober 2010

FENOMENA: AKSI TUNGGAL ATAU AKSI MASSA


Masih segar dalam ingatan kita, peristiwa pencoretan atap ‘Gedung Kura-Kura Senayan’. Tulisan cat semprot merah bertuliskan: JUJUR, TEGAS, ADIL tersebut ditorehkan oleh artis senior Pong Hajatmo. Entah berani, nekad, atau cari cari perhatian; yang pasti 3 kata itu adalah suara hati dari Om Pong yang ingin disampaikan kepada Anggota Dewan Terhormat disana. “…Demo gak didengar, ngomong ini itu nggak dianggap, ya gimana… kasian rakyat kecil”, ungkapan itu yang diucap Pong saat ditanya oleh wartawan.

Selain aksi Om Pong, Ada lagi Pak Indra Azwan (51) seorang bapak asal Malang, yang melakukan aksi jalan kaki dari kampong halamannya ke Jakarta untuk bertemu Presiden SBY langsung. Tujuannya untuk menyampaikan ‘ketidak-puasannya’ terhadap keadilan hukum di Indonesia.



Yang dilakukan kedua orang ini memang boleh dikatakan nekad namun berani. Bayangkan bagaimana perjuangan Om Pong yang harus menembus Keamanan Gedung lalu memanjat dan beraksi di ketinggian atap ditengah terik siang hari. Apalagi perjuangan Pak Indra berjalan kaki lebih dari 1000 km, sampai telapak kakinya melepuh, lalu harus menembus protokoler untuk bertemu presiden yang memang tidak mudah.
Ditengah gejolak massa yang lebih suka ‘keroyokan’ mengungkapkan aspirasinya, dengan berdemo, orasi, sweeping, dll. Massa ini meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah berbondong-bondong mengatas namakan Ormas, Ikatan Pekerja, Ikatan Mahasiswa, Golongan ini-itu, Ras ini-itu. Apakah mereka didengar? Apa mereka digubris? Rasanya tidak. Mereka dianggap kerumunan orang (crowd) yang bercuap-cuap, lalu tidak lama kemudian Polisi turun tangan membubarkan; Massa melawan alhasil berunjung bentrok. 

Saya salut terhadap dua pribadi ini. Mereka berani maju atas nama pribadi tetapi juga mewakili aspirasi masyarakat lain. Padahal secara logika: suara massa yang banyak saja  tidak didengar, apalagi sendiri. Tetapi dengan keberaanin dan keteguhan hati, ‘Pesan’ Pak Indra dan Om pong tersampaikan tanpa harus keroyokan.

Budaya kita memang kolektivis dan prinsip negara kita memang Demokrasi, tetapi bukan berarti sedikit-sedikit massa turun lalu berdemonstrasi. Perlu digaris bawahi bahwa ‘massa’ mudah sekali dipengaruhi, jangan sampai maksud menyampaikan aspirasi malah jadi anarki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar